“Climate Smart Agriculture” Dongkrak Produktivitas Pertanian

0
679

JAKARTA (TRABAS.CO)—Sistem pertanian cerdas dengan mengatur iklim (climate smart agriculture-CSA) sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan mencegah serangan penyakit tanaman. Penerapan sistem pertanian modern ini sangat mendukung ketahanan pangan nasional dalam kondisi terjadinya perubahan iklim (climate change).

Sistem pertanian cerdas tersebut dikupas pada webinar dengan tema “Climate Smart Agriculture Untuk Pertanian Berkelanjutan dan Mendukung Ketahanan Pangan yang digelar Majalah Agrina secara virtual melalui kanal zoom meeting, beberapa hari lalu.

Tampil menjadi narasumber Kepala Pusat Pelatihan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan), Leli Nuryati; Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Yiyi Sulaeman dan Petrus Adianto, Managing Director PT Daya Santosa Rekayasa dengan moderator Pemimpin Redaksi Agrina Windi Listianingsih.

Pada webinar tersebut, Leli Nuryati menyatakan, saat ini pertanian di Indonesia dihadapkan pada dua tantangan besar yakni pandemi Covid-19 dan perubahan iklim. Inilah sebabnya kita membutuhkan Climate Smart Agriculture atau CSA di dalam penyuluhan pertanian. “Sejak pandemi, Kementan tidak pernah berhenti melakukan pembangunan pertanian. Alhasil pertanian tumbuh positif dibandingkan sektor lainnya,” tutur Leli.

Dijelaskannya, pada era revolusi industri 4.0 yang sedang berlangsung, petani diharapkan mampu memanfaatkan teknologi informasi. “Sejak pandemi petani dipaksa menggunakan teknologi informasi karena tidak bisa melakukan pelatihan secara tatap muka sehingga kita memanfaatkan teknologi online dan lama-kelamaan petani terbiasa menggunakan gadget,” lanjutnya.

Soal teknologi CSA, Leli mengatakan, salah strategi Kementan dalam pengembangan pertanian modern melalui smart farming dan teknologi ramah lingkungan serta cerdas dengan memanfaatkan sumber daya alam khsusnya air maupun iklim.

Dalam pengembangan CSA, Kementan fokus pada tanaman padi dengan memanfaatkan bibit unggul, rendah emisi dan bermutu. Kemudian penggunaan pupuk berimbang maupun bahan organik, pembuatan pupuk organik, penentuan waktu tanam berdasarkan kalender tanam, sistem jajar legowo, pengendalian OPT terbaru dan kegiatan sampling pengukuran emsi GRK.

“Kita mendorong petani dengan dikawal para penyuluh di dalam penerapan CSA padi. Penerapan teknologi CSA dengan program sekolah lapang ataupun bahan pembelajaran terkait benih dan pupuk organik,” tambahnya.

Lalu Yiyi Sulaeman menyatakan, ide awalnya BPPSDM diminta untuk memberikan ToT kepada para penyuluh dan dosen penyuluhan terkait pertanian cerdas iklim. “Kita membuat modul dan pada saat pelatihan diskusi bagusnya dibuat buku,” ucapnya mengawali pemaparan.

Disebutkannya, pertanian cerdas iklim merupkan sebuah pendekatan yang mentrasformasikan dan mengorientasikan ulang sistem produksi pertanian dan rantai nilai pangan. Sehingga keduanya (sistem produksi pertanian dan rantai nilai pangan) mendukung pertanian berkelanjutan yang dapat memastikan ketahanan pangan dalam kondisi perubahan iklim.

“Adapun tujuan pertanian cerdas iklim yakni: Pertama, meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan berkelanjutan. Kedua, menerapkan adaptasi dan membangun ketangguhan terhadap perubahan ikim. Ketiga, mengurangi atau menghilangkan emisi gas rumah kaca (GRK),” urai Yiyi.

Sementara itu, model pertanian cerdas iklim, Yiyi menyebutkan, meliputi pertanian konservasi, desa mandiri pangan, pertanian organik, sistem pertanian terpadu lahan kering iklim kering, pertanian bioindustri, pekarangan pangan lestari dan budidaya padi ramah lingkungan.

Manfaat CSA

Yiyi juga menjelaskan manfaat CSA bagi pertanian, di antaranya: hasil pertanian meningkat, dampak pada lingkungan lebih kecil, tanpa konversi tambahan lahan pertanian. Selain itu, pemanfaatan lahan dan sumber daya lebih optimal, pendapatan keluarga meningkat, peningkatan ketangguhan terhadap perubahan iklim dan berkembangnya ekonomi wilayah.

Guna memperkuat penerapan pertanian cerdas iklim, Yiyi mengingatkan, perlunya dukungan perundang-undangan dan peraturan. Sebagai contoh, pertanian konservasi sudah dibuat peraturan daerahnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). “Dengan adanya peraturan maka keberlanjutan program dan anggaran tersebut bisa dipertahankan,” Yiyi menggarisbawahi.

Selanjutnya pengembangan basis bukti dan dokumentasi. “Jadi kita kumpulkan bukti-bukti itu, masih banyak praktik CSA belum didokumenatasikan,” ungkapnya.

Selain itu, penguatan desiminasi dan peningkatan kemampuan (capacity building) petani maupun penyuluh juga diperlukan. “Ada teknologi baru ingin diterapkan, tapi itu tergantung petani dan penyuluhnya juga,” tutupnya.

Sementara Petrus Adianto, Managing Director PT Daya Santosa Rekayasa menguraikan keunggulan greenhouse yang bisa mengatur perubahan iklim. “Teknologi ini bisa mengatur arah angin, curah hujan, suhu dan kelembaban,” akunya.

Diterangkannya, greenhouse bisa menurunkan suhu lebih dari 14 derajat Celcius dan pengaturan cahaya lebih flkesibel. Caranya dengan memasang cooling pad dan axtractor. Lalu untuk pengaturan cahaya dilakukan dengan membuka dan menutup penutup greenhouse bagian atas dan samping menggunakan motor listrik.

Kemudian untuk mengetahui suhu dan kelembaban di greenhouse juga dipasang automatic water station yang mencatat curah hujan, arah angin. Kemudian juga terdapat sensor kelembaban dan suhu. (red)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here