Indonesia Dibelit Krisis Global

0
374

TRABAS.CO–Beberapa hari lalu, sebuah stasiun TV nasional memberitakan bahwa CEO Tesla (perusahaan mobil listrik terbesar di AS) Elon Musk akan mem-PHK 10 persen karyawannya karena omzet penjualan mobil listrik turun seiring memburuknya perekonomian Amerika Serikat. Lalu masih dalam program berita yang sama Presiden AS Joe Biden akan melawat ke Arab Saudi guna membicarakan soal pasokan dan harga gas menyusul melonjaknya harga gas di negeri Paman Sam tersebut.

Disebutkan, Biden akan membujuk negara-negara anggota OPEC untuk meningkatkan produksi gas alam mereka guna menurunkan harga gas global. Lalu pada berita yang lain disebutkan, Rusia menyetop pengriman gas alam ke sejumlah negara Eropa termasuk Jerman karena mendukung Ukrania melawan Rusia. Akibatnya, tidak saja harga gas di negara-negara Eropa melambung tetapi juga pasokannya kurang karena berebut pasokan dari negara produsen gas lainnya yang sebagian besar di Timur Tengah. Sementara Iran, produsen gas raksasa sedang diembargo AS.

Dari ketiga berita di atas, bisa kita ambil kesimpulan bahwa perekonomian global sedang menuju resesi. Setelah krisis pangan yang ditandai dengan seretnya pasokan pangan dan harganya melonjak, kini dunia dihadapkan pada krisis energi. Ini baru Rusia dan Ukrania yang berperang, bagaimana jika NATO ikut terlibat secara langsung dan China menyerang Taiwan? Ekonomi dunia bakal babak belur dan krisis pangan plus energi bakal memporakporandakan ekonomi global.

Yang mengherankan kita rakyat Indonesia, di tengah kondisi ekonomi dunia menuju jurang resesi, justru pemerintah kita ngotot untuk menyelesaikan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang menguras APBN dan sibuk mencari investor proyek ibukota negara (IKN) di Kalimantan Timur.

Apakah di Istana, Bappenas dan Kementerian terkait tidak ada pakar yang bisa menganalisis secara komprehensif trend ekonomi global sehingga merekomendasikan untuk menyetop proyek-proyek raksasa yang tidak memberi manfaat langsung kepada rakyat banyak dan menguras keuangan negara?

Mari kita berkaca kepada Srilanka dan sejumlah negara miskin di Afrika (Zimbabwe, Nigeria, dan Uganda) yang bangkrut gara-gara terlalu mengikuti kemauan China, negara si pemberi utang untuk membangun proyek-proyek infrastruktur secara ugal-ugalan. Dalam kondisi ekonomi global normal saja, Srilanka dan negara-negara di Afrika tersebut bangkrut, apalagi jika ekonomi global menuju resesi.

Kini negara sekelas Amerika Serikat saja menjerit karena terancam resesi dan mengalami krisis energi. Apalagi Indonesia, negeri dengan utang di atas tujuh ribu triliun dan penduduk hampir 300 juta jiwa serta bejibun proyek infrastruktur mega yang merugi. Belum lagi, BUMN-BUMN raksasanya, seperti Pertamina dan PLN juga mengalami defisit keuangan.

Diperkirakan, meski NATO masih menahan diri untuk terjun secara langsung ke dalam kancah perang Rusia vs Ukraina, namun jika perang ini berkepanjangan dampaknya terhadap ekonomi global bakal bertambah parah. Apalagi jika China sampai menyerang Taiwan dan Taiwan dibantu AS maka pertanda gong perang dunia ketiga sudah ditabuh dan penggunaan senjata nuklir sulit untuk dihindarkan.

Mumpung perang global belum terjadi, sepatutnya lah para profesor, doktor-doktor ekonomi internasional memberikan masukan kepada pemerintah untuk menunda proyek-proyek mercusuar dan mengutamakan proyek-proyek yang mampu meningkatkan produktivitas pangan dan energi nasional. Selain untuk mencukupi kebutuhan rakyat sendiri, produksinya bisa diekspor untuk meningkatkan devisa negara.

Kita juga berharap, pesta demokrasi tahun 2024 berjalan lancar dan tidak terjadi kegoncangan politik. Sebab jika kondisi politik dan keamanan tidak stabil maka perekonomian negara bakal terkena dampak yang serius. Apalagi dikhawatirkan memang ada pihak-pihak yang menskenariokan kondisi politik di dalam negeri kacau sehingga Presiden bisa menyatakan negara dalam kondisi darurat sehingga Pemilu tidak bisa dilaksanakan. Ujungnya jelas, jabatan Presiden diperpanjang. Itu kan yang dituju?

Sejumlah kebijakan diduga sedang dirancang atau pembiaran masalah ekonomi agar memicu ketidakstabilan politik, ekonomi dan keamanan. Di antaranya, kenaikan tarif listrik, penghapusan BBM pertalite secara bertahap, persoalan minyak goreng yang dibiarkan tak kunjung selesai – meski TNI sudah turun ke pasar; harga-harga bahan pokok yang terus melonjak tajam tanpa penanganan yang baik dari pemerintah, dan mungkin masih banyak lagi yang bakal muncul.

Termasuk sejumlah kebijakan yang diduga untuk menyulut kemarahan umat Islam, seperti kasus NII di Sumbar, kasus konvoi warga yang membawa spanduk khilafah, penangkapan terduga teroris, penyusunan RUU Sisdiknas yang menghilangkan kata madrasah, pemetaan masjid, dan lain-lain

Oleh sebab itu saya mengajak semua pihak agar tidak terpancing untuk melakukan perbuatan yang melawan hukum, ketika kondisi perekonomian makin morat-marit. Tetapi tetap menyalurkan aspirasinya sesuai koridor hukum. Lalu kita terus bertambah semangat meningkatkan produktivitas di segala bidang dan mengikuti pesta demokrasi secara matang dan dewasa.

Jangan pedulikan buzzer yang mencari hidup dengan memfitnah, adu domba, iri dan dengki. Harus dipahami bahwa jika mereka tidak bertugas mereka tidak diberi makan oleh kakak pembina yang menjadi juragannya. Harus dipahami bahwa di dunia ini, ada yang orang yang nyari makan dengan menjual diri, tetapi tidak sedikit pula yang mencari hidup dengan menjual harga diri.

Diharapkan krisis pangan dan energi global yang melanda dunia sekarang menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan memasarkan pangan serta energi ke negara yang membutuhkan. Jangan sebaliknya, krisis pangan dan energi justru ikut menghancurkan perekonomian nasional karena ambisi pemerintah untuk meneruskan proyek-proyek infrastruktur yang menguras keuangan negara dan memberatkan rakyat karena harus membayar pajak lebih tinggi. Itu saja!!! (Syafnijal Datuk Sinaro/Pemimpin Redaksi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here