Migor Susah, Kedelai Mahal dan JHT Ditahan, Salah Siapa?

0
585
OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Trabas.co, Salam Pagi — Masih belum terurai kelangkaan minyak goreng (migor) meski sudah berulan-bulan lamanya, sudah muncul pula harga kedelai melonjak tajam yang berimbas kapada ruginya produsen tahu dan tempe dan berujung mogoknya pengusaha tahu-tempe se-Jawa. Pada saat bersamaan, Menteri Tenaga Kerja “menahan” dana jaminan hari tua (JHT) pekerja yang ditabung melalui BPJS Ketenagakerjaan. Jika sebelumnya dana JHT bisa diambil ketika pekerja terkena PHK atau dipaksa mengundurkan diri oleh perusahaan sehingga bisa digunakan untuk penyambung hidup. Kini dana tersebut baru bisa diambil jika si pekerja sudah berusia 56 tahun.

Ketiga persoalan tersebut jelas menimpa rakyat kecil. Minyak goreng mahal dan langka dan mahalnya kedelai merupakan kebutuhan pokok wong cilik. Demikian pula, soal dana JHT juga menimpa orang pinggiran—istilah Iwan Fals dalam sebuah lagunya. Pekerja kelas manajer ke atas tentu sudah tidak memikirkan JHT karena pendapatannya lebih dari cukup. Begitu juga jika migor mahal sampai Rp25 ribu per liter, no problem bagi orang kaya.

Saya menulis soal mahalnya dan langkanya minyak goreng bukan hanya berdasarkan membaca berita di koran atau menonton berita TV. Saya alami sendiri, beberapa hari lalu ketika berbelanja di Toko Swalayan Fitrinofane, Jl ZA Pagaralam, Labuhan Ratu, Bandarlampung. Siang itu saya lihat parkir kendaraan– sebagian besar sepeda motor sampai meluber ke jalan raya. Lalu masih banyak motor yang mau parkir dan sebagian besar dikendarai kaum wanita, khususnya ibu-ibu. Sewaktu mau parkir ke pelataran arah ke belakang toko, saya udah yakin ini pasti ngantre minyak goreng.

Melihat ibu-ibu berbaris panjang– ada yang dengan anaknya, ada yang dengan suaminya– saya ikut juga agar merasakan  bagaimana susahnya mendapatkan seliter migor. Pas pada lima orang di depan sebelum giliran saya ngantre migor, migor kemasan yang 2 liter habis. Tinggal yang seliter, sementara ibu-ibu yang ngantre makin banyak. Lalu petugas Satpam dan pramuniaga langung mengubah kebijakan, satu orang hanya boleh membeli 1 liter dan setiap yang sudah kebagian migor pada punggung tangan kanannya dicoret dengan spidol hitam.

Meskipun sebetulnya kami dirugikan karena yang antre lebih awal kebagian 2 liter dan kami hanya 1 liter, masih banyak ibu-ibu yang ngantre di belakang tidak kebagian. Seorang ibu setengah baya sambil mengendong anaknya– pakaiannya kelihatan agak lusuh– berkeluh kesah bahwa ia sudah jauh-jauh datang dari Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kab Lampung Selatan.

Awalnya ia nyari migor ke toko Fitrinofane di Jl Raya Natar. Tapi karena stok kosong, pramuniaga di toko itu menyarankan agar coba cari ke Fitrinofane yang di Labuhan Ratu. Sudah jauh-jauh naik motor butut bersama balita yang masih kecil, migor yang hendak dikejar si ibu sudah habis pula. Itulah sekelumit penderitaan rakyat kecil di negeri yang slogannya “Indonesia Hebat” ini.

Banyak “cebong” (pendukung Presiden Jokowi-red) yang marah jika kelangkaan migor, naiknya harga kedelai dan soal “penahanan” dana JHT pekerja ditumpahkan kesalahannya kepada Presiden Jokowi. Menurut mereka, tidak semua urusan di negara ini yang salah adalah Jokowi karena urusan pemerintahan di Indonesia merupakan tanggung jawab bersama mulai dari menteri, gubernur, bupati/walikota, kepala dinas, camat hingga kades/lurah.

Tapi jika cebong tersebut “waras”, (anak SD saja sudah tahu) bahwa yang memilih dan mengangkat menteri adalah Jokowi. Kenapa Presiden mengangkat menteri yang cuma bisa petantang-petenteng, ngurusi migor dan kedelai saja tidak becus?. Karena yang diurusi kebutuhan wong cilik yang suaranya hanya diperlukan ketika akan Pemilu.

Coba untuk mengurusi kebutuhan orang kaya dan konglomerat, pemerintah sangat responsif. Lihat, ketika trend penjualan mobil menurun sebagai dampak pandemi Covid-19 sejak tahun 2020, pemerintah langsung membebaskan pajak barang mewah sehingga harga mobil turun puluhan juta per unit. Kebijakan yang menguntungkan orang kaya dan konglomerat produsen mobil tersebut karena mensubsidi pembeli mobil hingga puluhan juta per unit tersebut dilanjutkan hingga tahun ini.

Jika Anda punya uang Rp200 juta, datanglah showroom mobil, bayar, mobil sudah bisa dibawa pulang. Tetapi jika Anda ingin membeli migor yang harganya hanya Rp14 ribu per liter, harus ikut antre di supermarket yang ada stok migor. Jika lagi sial, walaupun sudah ngantre berjam-jam tidak kebagian seperti yang dialami seorang ibu dari Natar di atas.

Minyak goreng yang subsidinya hanya Rp6 ribu/liter tersebut, hanya disalurkan ke supermarket dan mal-mal yang sebagian besar milik konglomerat. Sudah lag begitu, volume migor yang didistribusikan ditahan-tahan pula agar rakyat susah dan kesulitan memperoleh minyak goreng. Artinya, selama masih bisa dipersulit kenapa harus dipermudah.

Bagaimana dengan kedelai? Belum ada tanda-tanda bakal disubsidi. Justru Mendag Muhammad Lutfi menyalahkan peternakan babi di China yang jadi penyebab harga kedelai global naik. Dari penyataan tersebut kita bisa mengambil perbandingan: oleh pemerintah China, babi saja diurusi dan dijaga agar tidak sampai kelaparan.

Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Rakyat (maaf-bukan babi) mau makan tahu tempe dan migor saja susah. Tetapi untuk menahan dana JHT pekerja yang konon kabarnya jumlahnya mencapai Rp500 triliun gampang, cukup dengan secarik keputusan.

Apa benar dana tersebut mau digunakan untuk membangun ibukota baru di Kalimantan Timur, rakyat hanya bisa menduga-duga. Namun yang pasti UU tentang ibukota baru sudah diteken Presiden Jokowi dan paling lambat tanggal 15 April mendatang sudah ditunjuk ketua dan wakil ketua badan otorita pembangunan ibukota baru.

Itu artinya, sejatinya pembangunan ibukota baru lebih penting dan urgen daripada rakyat yang kelaparan atau pekerja yang tertungging periuk nasinya karena PHK. Sebab membangun ibukota negara sebelum tahun 2024 untuk memberikan pekerjaan kepada pengusaha dengan menguras anggaran negara. Sebab kuat dugaan keuntungan dari mengerjakan proyek mega tersebut nantinya bisa dibagi guna mendanai calon presiden yang didukung oligarki pada Pemilu tahun 2024 mendatang.

Jadi setelah kita pikir dengan akal sehat dan otak yang waras, baru kita paham dan sadari bahwa benar semua kesulitan yang dialami rakyat sekarang ini bukan kesalahan Jokowi, tetapi kesalahan rakyat yang sudah memilihnya.

Mungkin guyonan mendiang Presiden Gus Dur ketika bertemu dengan Presiden Kuba Fidel Alejandro Castro Ruz sebelumnya yang kita alami sekarang. Dalam sebuah kesempatan, Gus Dur sempat membuat Fidel Castro penasaran

Seperti dikutip dari “Buku Mati Tertawa Bareng Gus Dur”. Diceritakan oleh mantan Kepala Protokol Istana Presiden Wahyu Muryadi dalam sebuah tayangan televisi, Gus Dur katanya pernah membuat joke kepada Fidel Castro.  “Di Indonesia itu terkenal dengan fenomena ‘gila’,” kata Gus Dur dalam ceritanya.

Fidel Castro menyimak pernyataan mengagetkan tersebut. “Presiden pertama dikenal dengan gila wanita. Presiden kedua dikenal dengan gila harta. Lalu, presiden ketiga dikenal gila teknologi,” tutur Gus Dur.

Pernyataan tersebut membuat Fidel Castro terdiam sambil menyimak dengan serius lanjutan cerita Gus Dur. “Kemudian, kalau presiden yang keempat, ya yang milih itu yang gila,” celetuk Gus Dur. Fidel Castro yang mendengar hal tersebut langsung dibuat tertawa terpingkal-pingkal.

Sekali lagi, apakah guyonan Gus Dur ini yang dialami rakyat Indonesia sekarang? Silakan dijawab sendiri!!! (Syafnijal Datuk/Pemred)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here