Negara Mafia

0
440

Trabas.co – Sudah kebiasaan di dunia pers, untuk melihat sejauh mana kedekatan dan kepercayaan narasumber dengan wartawan, si narasumber mau menceritakan berbagai aktivitasnya yang bukan untuk ditulis, tetapi hanya untuk sekadar pengetahuan. Itu pula yang saya alami ketika menjadi Kepala Biro SKH Sriwijaya Post di Lahat, tahun 1989.

Saat itu ramai penangkapan kayu ilegal yang dilakukan oleh Kapolres Lahat. Ketika Kapolres dikonfirmasi soal itu, ia mengakuinya, namun mewanti-wanti untuk tidak dijadikan bahan penulisan berita. Alasannya ia sedang mengumpulkan modal untuk setoran guna menjadi Kapolres di salah satu kabupaten di Provinsi Lampung. Menurut Kapolres, setoran untuk menjadi Kapolres Lampung cukup besar karena di Lampung lebih gampang nyari duitnya. “Banyak lokak di sano,” ujarnya sambil berseloroh dalam bahasa palembang.

Lalu pada tahun 1992, ketika saya menjabat Redaktur Kota pada harian yang sama, saya bersama seorang reporter yang ngepos di Kepolisian meliput penangkapan dua truk bawang putih selundupan oleh Polda Sumbagsel. Sewaktu informasi ini dikonfirmasi ke Direktur yang membidanginya, Pak Direktur yang pangkatnya Kolonel Polisi tersebut membenarnya. Hanya ia minta agar ditulis satu truk saja dengan alasan satu truk mau dijual untuk biaya operasional. Lalu Pak Dir menyodorkan map yang isinya sudah hampir dipastikan amplop berisi segepok duit. Karena ada larangan bagi wartawan Sripo menerima sogokan maka map tersebut kami kami tolak. Hanya, sewaktu mau meninggalkan ruangan, Pak Dir kembali berpesan agar. “Jika ingin tetap berkawan tolong ingat pesan saya,” sergah Pak Kolonel dengan nada khas bataknya.

Kemudian sewaktu bertugas menjadi Asisten Redaktur Liputan di Harian Lampung Post di Bandarlampung tahun 1997, kasus yang mirip dengan di Palembang juga pernah terjadi. Seorang wartawan kami tugaskan ikut serta dengan tim dari Kepolisian yang akan memusnahkan tanaman ganja di Kabupaten Pesawaran. Malamnya, saya pergoki sang wartawan sedang mengemas daun ganja ke dalam sejumlah amplop di ruang dapur, kantor redaksi. Saya ingatkan ke wartawan tersebut, “Jangan main-main dengan narkoba karena jika tertangkap tanggung sendiri, masuk penjara, kantor tidak bertanggung jawab dan sudah pasti dikeluarkan karena mencemarkan citra lembaga.”

Si wartawan, enteng saja menjawab, bahwa “Tenang Bos, tadi semua rombongan udah komitmen tidak akan saling ganggu, jika hanya sekadar nyari duit beli bensin. Mereka juga melakukannya kok,” ujar si wartawan yang ingatan saya langsung ke kasus penangkapan bawang putih lima tahun silam.

Jadi sat ini muncul berita, Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa ditangkap terkait kasus narkoba, sebagai wartawan saya sudah tidak kaget. Apalagi infonya diduga sabu yang dijualnya merupakan sebagian dari barang bukti penangkapan kasus narkoba di tempatnya berdinas sebelumnya yakni Polda Sumatera Barat.

Barang bukti narkoba jenis sabu seberat 5 kilogram itu merupakan hasil
pengungkapan kasus sabu seberat 41,4 kilogram di wilayah Sumatera Barat. Berdasar informasi yang beredar, saat menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat Teddy meminta barang bukti sabu 10 kilogram itu kepada Kapolres. Dia lalu menjual 5 kilogram kepada seorang mami. Tak hanya menjual, Teddy dikabarkan juga positif mengonsumsi sabu.

Teddy Minahasa baru saja ditetapkan sebagai Kapolda Jatim berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/2134 IX/KEP/2022. Posisi Kapolda Jatim itu sebelumnya diduduki Irjen Nico Afinta yang terseret kasus Tragedi Kanjuruhan. Penangkapan Kapolda Jatim ini beredar luas di berbagai media massa dan media sosial. Ada yang menyebut sebagai “Star Wars” alias Perang Bintang. Bahkan ada yang menanggapi hal ini sebagai pertarungan antara Genk Judi vs Genk Narkoba.

Ada pula yang mengungkap jejak digital Kapolda Jatim yang baru ini sebelumnya
pernah membongkar Konsorsium 303 (303 adalah kode Judi). “Pernah Bongkar Konsorsium 303, Teddy Minahasa Kini Ambil Alih Jabatan Kapolda Jatim Nico” — demikian jejak digital berita Suara.com pada 11 Oktober 2022.

Berkaca dari rangkaian kejadian, data dan fakta di atas, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kasus yang diduga dilakukan Teddy Minahasa sudah terjadi sejak 33 tahun silam dan bahkan bisa jadi sejak sebelumnya. Artinya kejadian seperti ini sudah tali temali sejak hampir setengah abad lalu. Jika kini skalanya makin mega dan melibatkan para jenderal, sudah bukan sesuatu yang baru terjadi. Ini merupakan gunung es yang perlu kekuatan besar untuk membasminya atau mungkin butuh satu generasi.

Dengan makin seringnya rakyat dipertontonkan dengan drama-drama yang membuat rakyat prihatin dengan kondisi Polri, memperkuat keyakinan kita bahwa sebetulnya negara kita sudah dibelit mafia, seperti negara-negara di Amerika latin sana. Bahkan di sana negara-negara tersebut terjadi persekongkolan antara mafia narkoba dengan politisi dan polisi. Pantas saja peredaran narkoba di negeri kita bukannya kian berkurang malah makin lama makin menggurita, sebab pihak penegak hukum yang seharusnya bersih ternyata ikut bermain.

Dan tidak saja oknum Polri, di jajaran lembaga penegak hukum lainnya diduga kuat juga ikut bermain. Saya mendapat informasi A-1 bahwa menjadi jaksa dan hakim di Kalianda, ibukota Kabupaten Lampung Selatan menjadi incaran dan diduga setoran ke atasan agar dimutasi ke kota kecil tersebut lebih tinggi dibandingkan ke Bandarlampung. Apa pasal?

Sebagian besar tersangka kurir narkoba yang hendak menyeberangkan narkoba dari Sumatera ke Jawa tertangkap di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni dan tentu disidangkannya di PN Kalianda. Saya tidak memegang datanya, namun info dari kawan-kawan LSM antinarkoba di Kalianda menyebut, sering terjadi jaksa menuntut terdakwa dengan tuntutan minimal, lalu putusan hakimnya lebih rendah lagi. Lalu patut dipertanyakan kenapa, jaksa tidak melakukan banding. Akibatnya, para narapidana kurir narkoba ini dalam waktu singkat sudah bebas lagi dan kembali menjalani profesinya. Kenapa bisa begitu? Tentu pembaca sudah paham bagaimana permainannya.

Dan yang paling kita khawatirkan dan mengerikan lagi jika sampai dana-dana hasil penjualan gelap narkoba dan judi digunakan untuk membiayai Pemilu. Jika itu terjadi maka akan terpilih caleg-caleg, bahkan bisa jadi pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang dibiayai mafia judi dan narkoba. Kalau kondisi demikian menjadi kenyataan maka akan menjadi kebenaran syair lagu dangdut yang dipopulerkan oleh penyanyi Alam karena pejabat dan wakil rakyat duduk karena judi dan narkoba akan berusaha menghalalkan peredarannya.

“Pagi-pagi sabu
Tiap hari nyabu
Enak rasanya
Di kampung di kota
Di mana pun ada
Mudah didapat syeach”

Bagi anak bangsa yang masih cinta dengan negara dan bangsa ini agar bisa tetap berdiri tegak bersama bangsa dan negara lainnya, ayo kita rapatkan barisan. Jaga dan awasi anak-anak kita, keluarga kita agar tidak terjerumus ke dalam lembah narkoba. Sebab jika mengandalkan pemberantasan narkoba dari aparat hukum sudah sulit karena oknum-oknumnya sudah ikut bermain mencari keuntungan tanpa memikirkan bahwa tindakan mereka akan menghancurkan generasi masa depan bangsa ini.

Beginilah barangkali cikal bakal negara mafia seperti yang dialami saudara kita di anak benua Amerika Selatan sana. Mari kita dioakan semoga Allah SWT melindungi kita, keluarga kita serta bangsa kita dari kehancuran akibat narkoba dan judi, Amiin! (Syafnijal Datuk/Pemred)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here