Petambak Tolak Penyegelan Tambak

0
774

TRABAS.CO— Petambak udang menolak penyegelan tambak yang dilakukan Satpol PP Kab Pesisir Barat (Pesibar), Provinsi Lampung dengan alasan usaha mereka sudah berizin sebelum Perda Perubahan RTRW terbit. Selasa (19/10/2021), Pemerintah Kabupaten Pesibar, kembali melakukan penyegelan tambak udang yang dinilai melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2017 tentang RTRW 2017-2037.

Sebanyak dua peleton anggota Satpol Pamongpraja Kabupaten Pesibar beserta instansi terkait melakukan penyegelan terhadap tambak udang PT Sumatra Seafood Indonesia di Pekon (desa-red) Tanjungjati, Kec. Lemong yang memiliki 14 kolam dengan 25 karyawan. Selanjutnya tambak udang PT Andi Riza Farm di Pekon Way Batang milik Andi Reza yang mempunyai 18 kolam dengan 60 karyawan. Kemudian, tambak PT Arci Ferdian milik Hermantono di Pekon Pardahaga yang mempunyai 9 kolam dengan 25 pekerja.

Penyegelan ditandai dengan penyerahan surat dan penandatanganan berita acara penyegelan oleh pemilik/pengelola tambak, pemasangan plank berisikan dasar penyegelan dan konsekwensi dari penyegelan serta pemasangan segel di pintu masuk tambak.

Sheni Syarief, pengelola PT Arci Ferdian Farm, menolak tambaknya disegel dengan alasan ia dan 6 petambak lainnya diadukan Pemkab Pesibar ke Mabes Polri dengan tuduhan menjalankan budidaya udang tanpa izin. “Kita tunggu dulu keputusan pengadilan, apakah kami bersalah atau tidak,” tegasnya dengan suara keras.

Lalu ia sendiri juga sudah mengadukan Satpol PP ke Polda Lampung yang pada penyegelan pertama tahun lalu merusak pipa saluran air masuk di tambaknya. Bahkan kini kasusnya P-19 guna melengkapi berkas perkara.

“Lalu penyegelan ini bertentangan dengan program Bapak Presiden Jokowi yang menargetkan peningkatan produksi dan ekspor udang 250% hingga tahun 2024. Berarti jika tambak ini disegel maka Bupati Pesibar melawan program prioritas pemerintah pusat,” sergahnya.

Ia juga sudah menyurati Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono guna minta perlindungan hukum agar tetap bisa melanjutkan budidaya sehingga bisa mensukseskan program Presiden dalam sektor perikanan.

Mediasi Ombudsman
Sementara Agusri Syarief, Ketua Ikatan Petambak Pesisir Barat Sumatera (IPPBS)—yang menaungi 7 petambak yang terkena dampak perubahan RTRW– yang ditemui di lokasi mengaku, petambak tidak pernah diajak bermusyawarah oleh Pemkab terkait penutupan tambak dan ganti rugi sebagai dampak dari implementasi Perda RTRW. Bahkan ketika pihaknya menawarkan diri melakukan negosiasi ganti rugi kepada Sekda setempat, malah ditolak mentah-mentah.

“Ini kan namanya arogansi kekuasaan. Sementara dana yang dikeluarkan untuk berinvestasi di sini mungkin lebih satu triliun. Masak baru 2-3 tahun sudah mau ditutup dengan alasan RTRW-nya berubah, bagamana dengan kerugian kami,” jelas Agusri.

Lalu, ungkapnya, sengketa penutupan 7 tambak tersebut juga sedang dalam proses mediasi yang dilakukan Ombudsman RI dan hingga kini belum ada keputusan dan titik temu. “Rekomendasi terakhir dari Ombudsman adalah tidak ada tindakan apapun dari Pemkab sebelum ada keputusan dari Ombudsman RI,” lanjutnya.

Tetapi jika rekomendasi Ombudsman tidak diindahkan Pemkab, ia dan anggotanya yang terkena dampak dari perubahan RTRW tersebut akan mengajukan judicial review ke MA atas Perda RTRW Kab Pesibar tersebut. “Sebab jika Pemkab bisa seenaknya mengubah RTRW dan menutup usaha yang bertentangan dengan RTRW meski usaha baru berjalan 2-3 tahun, tidak ada pengusaha yang mau berinvestasi di Indonesia karena tidak ada jaminan hukum dalam berinvestasi,” tegas Agusri.

Bahkan, sambungnya, terakhir sudah ada surat edaran dari Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta jangan ada penutupan tambak karena selama pandemi Covid-19, ekspor udang sangat membantu keuangan negara dari perolehan devisa. “Ini artinya Pemkab Pesibar tidak mendukung kebijakan pemerintah pusat,” ungkapnya pula.

Ditambahkannya, sebetulnya perubahan Perda RTRW juga dilakukan Pemkab Lampung Selatan dan Pesawaran, Provinsi Lampung jauh sebelum Kab Pesibar melakukannya. Tetapi di kedua kabupaten tersebut, tambak yang sudah mengantongi izin dan eksisting sebelum perubahan RTRW terbit tetap diberi kesempatan melanjutkan usaha tetapi tidak boleh memperluas kolam dan Pemkab tidak menerbitkan izin baru.

Sebaliknya PLT Kepala Satpol PP Kab Pesibar Cahyadi Muis mengaku, petambak sudah diberi tenggang waktu 2 tahun untuk menutup usahanya atau melakukan alih fungsi tambak sesuai RTRW yang baru, tetapi tidak dilakukam. “Jadi jika mereka keberatan dengan tindakan yang kami lakukan silakan ajukan gugatan ke PTUN,” katanya.

Sebab, lanjutnya, sebagai pejabat tata usaha negara, pihaknya menjalankan Perda yang sudah diuji kebenarannya di tingkat provinsi dan di Kemendagri dan tidak ada penolakan oleh instansi yang berada di atasnya.

Keseluruhannya terdapat, tujuh tambak udang vanname yang disegel Pemkab sejak tahun 2020 lalu, karena dinilai melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2017 tentang RTRW 2017-2037. Ketujuh farm tersebut, yakni PT Sumatera Seafood Indonesia; Lemong Farm di Pekon Way Batang; Andi Riza Farm; Archie Ferdiani; Johan Farm di Pekon Wayjambu; L. Hendra Raharja di Pekon Marang dan Andi Handoyo Farm di Pekon Biha.

Menurut Perda RTRW yang baru ini, 4 dari 6 kecamatan di kabupaten ini dialihkan fungsinya menjadi zona pengembangan wisata yakni: Lemong, Pesisir Utara, Ngambur dan Pesisir Selatan. Hanya disisakan 2 kecamatan untuk budidaya air payau yakni Bengkunat dan Ngaras. Itu pun Bengkunat kurang cocok untuk tambak udang karena topografinya berbukit-bukit dan banyak muara sungai sehingga air lautnya kotor dan sulit memompa air ke dalam tambak yang berada di atas bukit. (red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here