Skenario yang Gagal

0
641

Salam Merdeka, Trabas.co – Kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat dua pekan lalu menyita perhatian kita senegara, mulai dari Presiden hingga rakyat jelata. Bukan karena Yoshua orang hebat, bintang top atau petinggi negeri, melainkan karena ia meregang nyawa secara tidak wajar di tempat yang paling aman, di kompleks perwira tinggi polisi yakni di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Semua kalangan, baik yang memang memiliki ilmu dan bidang pekerjaannya terkait dengan hukum atau mereka yang buta terhadap hal-hal seperti itu, ikut menduga-duga, bagaimana sebetulnya kejadiannya sehingga polisi, tembak polisi, di rumah polisi, lalu yang mati CCTV–meme yang banyak diunggah nitizen di medsos selama dua pekan terakhir ini.

Ramainya cerita dan analisa serta prediksi seputar kematian Yoshua makin beragam karena skenario yang dibuka pihak kepolisian ke publik memiliki banyak kejanggalan sehingga terkesan banyak yang sengaja ditutup-tutupi. Apalagi hingga kini belum ada satu pun tersangkanya, walaupun kasusnya sudah ditangani Mabes Polri. Sehingga wajar terdapat keinginan yang kuat dari publik untuk tahu apa sebetulnya yang terjadi.

Sejatinya kasus-kasus kematian rakyat/aparat tidak wajar, seperti ini sudah sering terjadi di negara kita. Sebelumnya masih segar di ingatan kita kasus kematian enam pengawal Habib Rizieg Shihab di KM 50 Tol Jakarta – Cikampek pada Senin (07/12/2020) dini hari,

Sebanyak enam Laskar FPI pengawal Habib tewas di tangan polisi. Mereka: 1. Andi Oktiawan, tempat tanggal lahir Jakarta, 29 Oktober 1987, usia 33 Tahun; 2. Ahmad Sofiyan alias Ambon, tempat tanggal lahir Jakarta, 06 Juli 1994, usia 26 Tahun’ 3. Faiz Ahmad Syukur alias Faiz, tanggal lahir 15 September 1998, usia 22 Tahun; 4. Muhammad Reza alias Reza, tempat tanggal lahir Jakarta, 07 Juni 2000, usia 20 Tahun; 5. Lutfi Hakim, 27 September 1996, usia 25 Tahun; 6. Muhammady Suci Khadavi, kelahiran tahun 1999 21 Tahun

Akhirnya dua terdakwa kasus “unlawful killing” KM-50 tersebut yakni Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan dinyatakan tidak bersalah alias vonis bebas oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jumat (18/03/2022). Satu lagi polisi yang juga disebut-sebut ikut menembak pengawal Habib, meninggal karena kecelakaan. Namun hingga hari ini tidak pernah dipublis identitasnya. Jika memang benar ada yang meninggal, tinggal mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan akhirat.

Kuat dugaan, setelah sukses dengan skenario penembakan pengawal Habib, yang endingnya si penembak bebas karena mereka membela diri—akan diskenariokan pula untuk kasus kematian Yoshua seperti itu. Apalagi disebutkan Yoshua melakukan pelecehan seksual terhadap istri sang jenderal yang sedang istirahat di dalam kamar. Lalu sang istri berteriak sehingga Barada E yang berada di lantai dua rumah tersebut mendadak sontak turun, namun langsung dihadang tembakan oleh Yoshua. Untuk membela diri Barada E juga melepaskan tembakan sehingga menewaskan Yoshua. Kemudian untuk mendukung kejadiannya, istri sang jenderal membuat laporan polisi.

Tetapi karena skrip skenario tidak diteliti secara detil dan sesuai dengan kaidah-kaidah tembak-menembak sebelum dibacakan ke publik, maka dengan mudah publik menemukan bolong-bolong alias kejanggalan di sana- sini. Apalagi kasusnya baru dibuka tiga hari kemudian dan CCTV dinyatakan mati sejak dua minggu sebelum kejadian.

Lagi pula, pada saat mayat Yoshua diantar ke rumah duka, jenderal yang mengantar mayat menginstruksikan agar peti mayat tidak dibuka. Tentu instruksi ini makin menguatkan kecurigaan keluarga dan publik seantero negeri. Dan dua jenderal yang diduga terlibat dalam penyusunan skenario ini adalah mereka yang juga terlibat dalam kasus penembakan pengawal Habib. Kontan saja kondisi ini membuat kemarahan publik naik ke ubun-ubun. Jika sebelumnya yang dibunuh adalah rakyat jelata, kini anggota korps mereka pun dihabisi.

Untung Kapolri tegas untuk menyelamatkan citra Polri, lalu menonaktifkan dua jenderal dan satu perwira menengah yang diduga kuat bertali-temali dengan kasus anyar ini. Apalagi Presiden sebagai atasan langsung Kapolri sudah menginstruksikan agar kasusnya dibuka secara transparan dan jangan ada yang ditutup-tutupi alias diskenariokan sesuai arahan sutradara.

Karena memang ada gejala adanya tangan-tangan tersembunyi (hidden hands) untuk melindungi seseorang dan beberapa orang maka kasusnya menjadi berlarut-larut dan kepercayaan publik terhadap Polri kian merosot. Buktinya, keluarga dan publik minta TNI turun tangan. Tahap pertama dokter forensik TNI diminta ikut dalam tim yang akan melakukan otopsi ulang mayat. Lalu pelaksanaannya pun diminta di rumah sakit TNI.

Bahkan agar mayat Yoshua tidak hilang dari liang lahat maka pemuda-pemuda di Sungai Bahar, Jambi mengawal kuburan Yoshua selama 24 jam selama dua pekan. Mungkin kejadian ini baru pertama kali di Indonesia, mayat korban kejahatan dikawal warga agar tidak dicuri. Mayat ibu dan anak (Tuti (55) dan Amelia Mustika Ratu (23) yang tewas dibunuh di Subang pada 18 Agustus 2021– kasusnya juga masih misteri hingga hampir setahun lamanya, tidak ada yang mengawal kuburannya. Padahal, bisa saja mayat tersebut dihilangkan agar kasusnya tertutup selamanya.

Jadi singkat kata, semakin diulur-ulur pengungkapan kasus ini– tidak saja kepercayaan masyarakat terhadap Polri jatuh, tapi kepercayaan rakyat kepada pemerintah juga akan merosot. Rakyat sudah tidak percaya lagi bahwa pemerintah mampu menjalankan konstitusi yakni melindungi segenap warga negara. Pertaruhan kasus Joshua terhadap kredibilitas Polri dan pemerintah bukanlah kecil. Sebab ternyata alur cerita yang sama tidak selamanya sukses dengan pemeran yang berbeda, meski sutradara dan penulis skenarionya (skrip writers)-nya itu juga.

Yakinlah di atas langit masih ada langit. Sebagaimana bunyi surat Ali Imran ayat ke-26: “Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Syafnijal Datuk/Pemred)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here