Mbak Farah: Antisipasi Generasi Stunting Guna Mencapai Indonesia Emas 2045

0
227

Lampung Selatan, trabas.co – Mempersiapkan generasi emas 2045 bukan hal mudah. Pasalnya, stunting masih menjadi masalah gizi utama bagi bayi dan anak dibawah usia dua tahun di Indonesia. Kondisi tersebut harus segera dientaskan karena akan menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Bidang Anak Jalanan dan Anak Terlantar KNPI Provinsi Lampung, Farah Nuriza Amelia yang juga calon anggota DPD RI 2024-2019 saat menjadi pemateri dalam acara sosialisasi stunting dan KIE bertema “Merdeka Tanpa Stunting” yang dilaksanakan di Lampung Selatan (Lamsel), Kamis (18/10).

Dalam kesempatan itu, Mbak Farah – sapaan akrabnya – menjelaskan, stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

“Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya. Tapi ingat, stunting itu pasti bertubuh pendek, sementara yang bertubuh pendek belum tentu stunting,” jelasnya.

Menurutnya, masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak. Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting berada pada 27,67 persen pada tahun 2019.

“Walaupun angka stunting ini menurun, namun angka tersebut masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen,” kata dia.

Lanjutnya, Data Bank Dunia atau World Bank mengatakan angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami stunting mencapai 54%. “Artinya, sebanyak 54% angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting. Hal inilah yang membuat stunting menjadi perhatian serius pemerintah,” kata dia.

Awal tahun 2021, masih kata dia, Pemerintah Indonesia menargetkan angka Stunting turun menjadi 14 persen di tahun 2024. Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala BKKBN, Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG. (K) menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting.

Mbak Farah mengatakan angka stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi. Menurut Mbak Farah diantara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting.

“Stunting itu adalah produk yang dihasilkan dari kehamilan. Ibu hamil yang menghasilkan bayi stunting. Saat ini, bayi lahir saja sudah 23% prevalensi stunting. Kemudian setelah lahir, banyak yang lahirnya normal tapi kemudian jadi stunting hingga angkanya menjadi 27,6%. Artinya dari angka 23% muncul dari kelahiran yang sudah tidak sesuai standar,” jelasnya.

Hal lain yang menyebabkan stunting, kata dia, sebanyak 11,7% bayi terlahir dengan gizi kurang yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 sentimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5 kilogram. Tidak hanya itu, tingginya angka stunting di Indonesia juga ditambah dari bayi yang terlahir normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan asupan gizi sehingga menjadi stunting. “Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak cukup,” jelas Mbak Farah.

Sementara itu, pengamat sosial Hanafi Nursudin, M.Pd. mengingatkan pentingnya menyiapkan kesehatan yang prima sebelum melangkah ke jenjang pernikahan . Dia mengkritik kebiasaan masyarakat yang memilih mengeluarkan biaya hingga puluhan juta untuk sekadar melakukan prewedding, tapi tidak memikirkan hal yang lebih mendesak yakni prakonsepsi.

“Prakonsepsi itu sangat murah, calon ibu hanya minum asam folat, periksa hb (hemoglobin), minum tablet tambah darah gratis kalau di Puskesmas, biaya untuk persiapannya tidak lebih Rp 20.000. sementara, suami hanya perlu mengurangi rokoknya, kemudian suami minum zinc supaya spermanya bagus. Kalau mau menikah, laki-lakinya itu harus menyiapkan 75 hari sebelum menikah. Karena sperma dibuat selama 75 hari,” jelasnya.

Lebih lanjut, dirinya berharap para calon ibu hamil tidak melakukan diet ketat. “Misalnya ingin langsing, melakukan diet ketat, padahal perempuan mengalami menstruasi setiap bulan, bleeding (perdarahan) sebanyak 100-200 cc. Kalau dia kekurangan nutrisi, anaknya bisa stunting, kan repot. Semua hal ini dilakukan untuk memastikan calon pasangan suami istri dan atau perempuan yang sudah menikah dan ingin hamil memiliki kriteria kesehatan yang baik untuk memproduksi, mengandung serta melahirkan anak yang sehat dan berkualitas,” tutupnya. (Tt)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here