Rangkap Jabatan Pejabat Eselon II di Lingkungan Pemprov Lampung Berpotensi Korupsi Tersetruktur

0
229
Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi mengukuhkan pengurus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Wahana Raharja dan PT. Lampung Jasa Utama periode tahun 2023-2028 di Rumah Kayu, Bandarlampung, Kamis (30/11/2023).

BANDARLAMPUNG, TRABAS.CO – Pemprov Lampung benar-benar telah melanggar sebuah aturan Undangan-undang. Pasalnya banyak pejabat yang merangkap jabatan.

Adanya rangkap jabatan berdampak buruk bagi masyarakat dan telah menyeret beberapa birokrat terlibat dalam kasus korupsi tersetruktur.

Rangkap jabatan pertama dilakukan oleh Sekdaprov Lampung Fahrizal Darminto yang menjabat sebagai Komisaris Bank Lampung.

Namun, rangkap jabatan kembali terjadi di lingkungan Pemprov Lampung. Baru-baru ini Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi mengukuhkan pengurus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Wahana Raharja dan PT. Lampung Jasa Utama periode tahun 2023-2028 di Rumah Kayu, Bandarlampung, Kamis (30/11/2023).

Beberapa nama yang dikukuhkan tersebut yaitu Jevri Afrizal Sebagai Dirut PT. Wahana Raharja, Witoni sebagai Direktur Operasional, Kusnardi sebagai Komisaris Utama dan Untung Suyono sebagai Komisaris Independen.

Selanjutnya, Arie Sarjono sebagai Direktur Utama PT. Lampung Jasa Utama, Mashudi sebagai Direktur Operasional, Budhi Darmawan sebagai Komisaris Utama dan Asrian Hendi Caya sebagai Komisari Independen.

Pengukuhan tersebut sesuai dengan keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa PT. Wahana Raharja nomor 500/042/INT/WR.UP/XI/2023 dan keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa PT. Lampung Jasa Utama nomor 001/BA-RUPSLB/LJU/XI/2023.

Dalam pengukuhan tersebut terdapat dua pejabat eselon II yakni Kusnardi sebagai Komisaris Utama yang saat ini menjabat sebagai Dirut PT. Wahana Raharja meski Kusnadi telah memasuk masa pensiun dari Asisten Perekonomian dan Pembangunan Provinsi Lampung.

Selanjutnya, Direktur Operasional, Budhi Darmawan sebagai Komisaris Utama PT. Lampung Jasa Utama yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Lampung.

Mengenai larangan rangkap jabatan sudah tertera pada UU 25 Tahun 2009 Pelayanan Publik Pasal 17 huruf a UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.

Undang Undang Nomor 25/2009, terutama di pasal 17, dengan tegas menyatakan bahwa pelayan publik dilarang merangkap jabatan, salah satunya komisaris.

Dalam Pasal 76 h Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa “kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan”.

peraturan perundang-undangan”.

Di Provinsi Lampung sendiri konflik kepentingan bisa terbilang cukup tinggi dan terjadi di beberapa instansi terutama di pemerintahan. Misalnya saja seorang pejabat merangkap Jabatan Kepala Dinas, meskipun menggunakan istilah Plt. Pada prinsipnya tetapsama, hal semacam ini berpotensi mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan berpotensi untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Untuk itu harus ada upaya penanganan dan pencegahan dari konflik kepentingan tersebut.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai konsep dan cakupan dari rangkap jabatan itu sendiri, pertama saya akan membahas tentang apa itu konflik kepentingan dan rangkap jabatan.

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 ayat 14 disebutkan bahwa konflik kepentingan adalah kondisi pejabat pemerintahan yang kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang, sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.

Sedangkan rangkap jabatan adalah dua atau lebih jabatan yang dipegang oleh seseorang dalam pemerintahan atau organisasi, seperti sekretaris jenderal, kepala biro. Kedua hal ini sangatlah berkesinambungan, dimana ada rangkap jabatan pasti akan konflik kepentingan di dalamnya.

Menurut Waluyo Komisioner Komisi Aparatur Negara (KASN), hal seperti ini menimbulkan konflik kepentingan dan akan terjadi kecurangan (korupsi). Didalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pejabat dilarang merangkap sebagai komisaris yang berasal dari lingkungan instansi, BUMN dan BUMD. PNS yang merangkap jabatan (komisaris) akan memberi dampak tugas pelayanan publik terabaikan, adanya konflik kepentingan, rawan inervensi, pendapatan ganda, kapasitas/kapablitas, berpotensi KKN.

Mengapa pejabat melakukan rangkap jabatan? Karena banyaknya faktor di antaranya faktor kepentingan, maka dari itu para pejabat memanfaatkan jabatannya dengan mengambil keuntungan itu dengan memberikannya kepada tim sukses atau kepada keluarganya. Ini juga dapat dikatakan sebagai penyalahgunaan jabatan.

Setidaknya ada 2 pasal UU dan peraturan pemerintah yang melarang rangkap jabatan seperti UU No. 5 Tahun 1999 pasal 26 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat “Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain……”, pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan komisaris atau direksi pada perusahaan atau perusahaan swasta….”, dan pasal 8 PP. RI No. 100 tahun 2000 tentang pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan strukural “pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural maupun dengan jabatan fungsional”.

Jadi, di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa yang tidak boleh melakukan rangkap jabatan yakni direksi perusahaan negara/swasta atau komisaris, menteri, pimpinan organisasi dan PNS. Bahkan diharapkan seorang menteri dapat melepaskan tugas dan jabatan – jabatan lainnya termasuk jabatan dalam partai politik. Kesemuanya itu dalam rangka meningkatkan profesionalisme, pelaksanaan urusan kementerian yang lebih fokus kepada tugas pokok dan fungsinya yang lebih bertanggung jawab.

Terdapat pengecualian bagi PNS yang dapat rangkap jabatan yaitu jaksa, peneliti dan perancang apabila tugas dan fungsinya berkaitan dengan peraturan perundang-undangan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan tugas dan tanggung jawab jabatan fungsionalnya.

Rangkap jabatan memunculkan masalah konflik kepentingan yang serius di kalangan pejabat. Ada beberapa hal yang menimbulkan konflik kepentingan antaralain (1) situasi yang menyebabkan penggunaan aset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/golongan, perangkapan jabatan di beberapa lembaga instansi/perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis ataupun tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lain, (2) situasi dimana seorang penyelenggara negara memberikan akses khusus kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya, (3) situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan jabatan.

Di Indonesia budaya korupsi masih begitu sangat kuat dan belum pulihnya institusi-institusi demokrasi dan pengawasan. Dikarena itu dikhawatirkan rangkap jabatan akan menimbulkan konflik kepentingan. Memang tidak ada peraturan atau Undang-undang yang fokus membahas rangkap jabatan tapi ini sudah jadi kesadaran masing-masing termasuk instansi-instansi atau partai politik itu sendiri.

Sumber penyebab dari konflik kepentingan antara lain kekuasaan dan kewenangan penyelenggara negara yang diperoleh dari peraturan perundang-undang, perangkapan jabatan, hubungan finansial, gratifikasi, kelemahan system organisasi dan kepentingan pribadi.

Konflik kepentingan yang sering terjadi di lingkungan eksekutif terutama di lingkungan BUMN/BHMN/BLU/BUMD dalam proses pembuatan kebijakan Direksi yang berpihak kepada suatu pihak akibat hubungan dekat, proses pengangkatan/mutase/promosi personil pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari penyelenggara negara dan rangkap jabatan sebagai eksekutif suatu perusahaan yang berujung pada terjadinya penyalahgunaan kewenangan.

Penyalahgunaan kewenangan sendiri merupakan perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan tetapi masih dalam lingkungan peraturan perundang-undangan. Korupsi jabatan dalam bentuk penyalahgunaan wewenang dianggap sebagai perilaku menyimpang dari aturan etis formal yang menyangkut tindakan seseorang dalam posisi otoritas publik yang disebabkan oleh motif pertimbangan pribadi, seperti kekayaan, kekuasaan, dan status.

Pengaturan penyalahgunaan wewenang di dalam pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 saat dipandang sebagai delik inti. Ketentuan pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 mengatur dan menegaskan: “Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara.

Namun menurut Pasal 21 ayat (1) Undang-undang No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dinyatakan Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutuskan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan wewenang dalam Keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintah yang selanjutnya disebut dengan istilah “Diskresi” dapat kita temukan dalam Pasal 1 ayat (9) Undang-undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi adalah keputusan atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dalam hal peraturan Perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi Pemerintahan.

Menurut saya bisa dilihat rangkap jabatan lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Dikhawatirkan juga pejabat atau komisaris yang terkait dalam rangkap jabatan tersebut tidak dapat bekerja semaksimal mungkin karena terikat dengan jabatan lain, ” tutup Ketua Mkreasi, Elka Mabela. (Bay/*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here