Dampak Buruk Dari Game Online Untuk Anak Usia Sekolah Menurut Kadis Pendidikan Tanggamus

0
387

Tanggamus, trabas.co – Sekolah secara keseluruhan sudah mengadakan pembelajaran tatap muka pasca pandemi Covid-19. Sebelum pandemi Covid-19 Siswa SD dan SMP menghabiskan kurang lebih 6-7 jam perhari di sekolah untuk belajar dan melakukan aktivitas lain yang bermanfaat dengan teman-teman sebayanya.

Namun saat Pandemi Covid-19 melanda pembelajaran daring dilakukan oleh seluruh sekolah. Tidak jarang siswa hanya diberi tugas untuk dikerjakan dengan waktu pengumpulan yang lumayan lama, hal ini membuat banyak siswa menjadi berleha-leha bahkan mengabaikan tugas nya dan seringkali mereka mengalihkan waktu yang seharusnya dipakai belajar tersebut untuk bermain game online maupun offline.

Apabila siswa SD dan SMP yang masih terbilang anak-anak menghabiskan waktunya untuk bermain game online kemungkinan besar akan membuat mereka menjadi kecanduan. Anak yang mengalami kecanduan game online akan mengurangi waktu yang biasa mereka pakai untuk belajar dan bersosialisasi dengan teman sebayanya demi bermain game online.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanggamus Yadi Mulyadi, ST, MM saat diwawancarai oleh Trabas.co mengatakan Kecanduan game online berdampak besar pada fisik dan psikologi anak. Anak-anak yang sudah mengalami kecanduan sangat berpeluang tinggi mengalami perubahan struktur dan fungsi otak.

“Jika Anak-anak sudah kecanduan game online struktur dan fungsi otaknya mengalami perubahan,” tuturnya.

“Adanya perubahan otak membuat dirinya sulit mengendalikan perilaku impulsive. Anak-anak sudah bosen main game tapi gak bisa berhenti. Karena memang otaknya sudah berubah, fungsi otak yang berfungsi untuk menahan perilaku untuk tidak impulsive itu sudah terganggu. Padahal anak-anak sudah tidak menikmati, tapi tidak bisa berhenti karena kehilangan kontrol tadi,” terang yadi mulyadi.

Selain kesulitan mengendalikan perilaku, anak-anak juga kehilangan fokus saat belajar atau saat mengerjakan sesuatu sehingga akan menyebabkan prestasi serta produktivitas anak-anak menurun.

Lebih lanjut Kadisdik Tanggamus mengatakan selain menghabiskan banyak waktu dan energi membuat anak lebih rentan terkena depresi dan gangguan kecemasan. Ketika seorang anak seringkali kalah saat bermain game dengan teman dunia mayanya, maka anak tersebut akan merasakan hal buruk, sehingga anak tersebut mempunyai peluang yang tinggi mengalami depresi dan gangguan kecemasan. Di mana gangguan tersebut bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan dengan mudah tentunya hal itu sangatlah menakutkan bagi setiap orang tua.

“Saya sering melihat anak-anak jika sudah marah-marah, berarti dia sudah kalah dalam bermain, kadang mereka memukul kepalanya,” tuturnya.

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan dari orang lain, namun anak yang sudah kecanduan game online rela berjam-jam bermain sendiri dan memilih untuk tidak berinteraksi dengan lingkungan luar, seringkali merasa tidak memerlukan bantuan dari orang lain, hal tersebut menyebabkan anak menjadi antisosial, ditambah lagi dengan emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan hubungan yang buruk dengan teman sebayanya.

”Banyak orang tua yang memilih membiarkan anaknya bermain game online di rumah karena takut terjadi hal buruk ketika anak bermain dengan teman sebayanya di luar rumah, namun keputusan tersebut disesali oleh banyak orang tua karena anak menjadi kurang bersosialisasi bahkan tidak memiliki teman bermain di lingkungannya,” ungkapnya.

”Dalam Rangka meningkatkan mutu pendidikan dan kewajiban peserta didik dalam pemenuhan beban belajar dalam bentuk pembelajaran disatuan pendidikan, dengan ini diminta kepada seluruh pemilik layanan tempat bermain game online atau offline untuk tidak menerima konsumen yang berseragam sekolah atau anak usia sekolah diwaktu jam sekolah sedang berlangsung,” tegasnya.

“Ini menjadi tugas bersama- sama antara pemerintah daerah dan masyarakat, khususnya orang tua dan pemilik usaha tempat bermain game online ataupun offline untuk difilterisasi anak-anak yang bermain game online khususnya saat jam sekolah,” ujarnya

”Kami berencana akan melayangkan surat kepada Sat Pol PP, Camat, Lurah/Kepala Pekon untuk lebih intens mengawasi pelaku usaha game online agar tidak menerima anak-anak saat jam sekolah berlangsung. Karena tanpa kerjasama kita semua dalam mengawasinya semua akan sia-sia,” jelasnya.

Yadi mulyadi pun mengutarakan, ”Untuk mengantisifasi perlu adanya regulasi dan inovasi yang dibentuk, salah satunya melakukan razia gawai sebelum belajar. Jika di lingkungan rumah, maka orang tua bisa membatasi jam main anak terutama bagi anak-anak yang suka main game dan kedepan kami meminta kepada sat pol pp tanggamus melakukan razia tempat pelaku usaha game online untuk memastikan tidak ada anak-anak usia sekolah bermain saat jam belajar berlangsung.”

Peran orang tua ternyata sangat penting untuk mengurangi kecanduan game online pada anak usia sekolah, karena waktu mereka lebih panjang dalam pengawasan dari pada kami saat disekolahan.

”Orang tua mempunyai kewajiban untuk menjaga dan berpikir secara matang tentang sesuatu yang akan berdampak baik atau buruk pada anak, artinya orang tua harus bisa bersikap tegas dan rasional,” tutupnya. (Jef/Yhs)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here