Posisi Struktural Perempuan di Ruang Redaksi Menentukan Berita Ramah Gender

0
81

 

Jakarta, trabas.co – INDUSTRI media dinilai masih sangat male dominated dan akan berpengaruh pada porsi pemberitaan tentang perempuan dan anak. Jumlah wartawan laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah wartawan perempuan.

“Jumlah perempuan wartawan tidak serta menentukan bahwa ruang Redaksi akan menjadi lebih sensitif terhadap pengalaman dan kebutuhan perempuan dan anak,” ucap wartawan senior Kompas yang juga Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PWI Pusat, Ninuk Mardiana Pambudy dalam acara Silaturahmi Wartawati PWI yang merupakan rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) di Putri Duyung Cottage, Ancol, Jakarta, pada Sabtu (17/2).

Meski demikian, menurut Ninuk, hal yang lebih menentukan adalah siapakah yang duduk di posisi pengambil keputusan. Dengan kata lain, jumlah perempuan wartawan tidak serta menentukan bahwa ruang Redaksi akan menjadi lebih sensitif terhadap pengalaman dan kebutuhan perempuan dan anak.

Ia berpendapat, penempatan perempuan dalam posisi struktural seperti editor, redaktur pelaksana, pemimpin redaksi adalah pengambil keputusan penting di ruang Redaksi. “Semakin ke sini kesadaran mengenai pentingnya peran perempuan di ruang Redaksi untuk memberikan informasi yang adil dan setara bagi perempuan dan anak, semakin meningkat,” ujarnya.

Menurut Ninuk, perempuan perlu ada di ruang Redaksi dan dalam jumlah yang cukup, mulai dari posisi wartawan mula, madya, utama hingga posisi pengembil keputusan. “Perempuan juga perlu berada dalam posisi pengambilan keputusan di bagian bisnis media massa (publisher) sebab bagian bisnis ikut menentukan berita atau artikel mana yang akan ditawarkan kepada pemasang iklan,” katanya.

Ia juga mengutarakan pemberitaan ramah jender, perempuan dan anak, dapat dikemas untuk menarik emosi audiens tanpa menjadi sensasional, sebagai hard news atau berbentuk story telling. “Prinsip dasar mengenai jurnalisme ramah jender adalah menghindari menyalahkan korban dan berhati-hati saat mewawancarai korban agar korban tidak merasa diadili. Dalam pemberitaan hindari melakukan kekerasan kepada korban secara verbal melalui teks, foto, grafis, video, dan audio,” ujarnya. (Bay/*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here